Metode dan Sumber Tafsir Masa Sahabat

Metode Sahabat dalam menafsirkan | Metode dan sumber tafsir sahabat | Pada masa sahabat, sebagian dari mereka tidak berusaha menafsirkan al-Qur`an karena takut keliru. Namun sebagian yang lain menafsirkan al-Qur`an dengan menggunakan metode tiga dasar yaitu menafsirkan al-Qur`an dengan al-Qur`an, menafsirkan al-Qur`an dengan sunnah Rasul, dan ijtihad.

Menurut Abu Suud, sumber tafsir sahabat ada empat yaitu yaitu al-Quran, as-Sunnah, asabun nuzul, dan ijtihad. Sumber penafsiran para sahabat bisa diamati dan ditemukan dalam kitab-kitab tafsir. Setidaknya ada 4 sumber dan metode penafsiran sahabat.

[Baca sebelumnya : Sebab perbedaan tafsir pada masa sahabat]

1. Menafsirkan al-Qur`an dengan al-Qur`an 

Penafsiran al-Quran dengan al-Quran merupakan sumber penafsiran tertinggi menurut kesepakatan ulama. Para sahabat juga mengawali penafsiran dengan mencari pemahaman di ayat lain al-Quran. Contoh penafsiran sahabat yang menafsirkan al-Qur`an dengan al-Quran adalah penafsiran Ibn Abbas terhadap surat Ghafir ayat 11.

“Mereka menjawab: "Ya Tuhan Kami Engkau telah mematikan Kami dua kali dan telah menghidupkan Kami dua kali (pula), lalu Kami mengakui dosa-dosa kami. Maka Adakah sesuatu jalan (bagi Kami) untuk keluar (dari neraka)?"

Ibn Abbas menafsirkan surah Mu`min (Ghafir) di atas dengan menggunakan surah al-Baqarah ayat 28 di bawah ini. “Mengapa kamu kafir kepada Allah, Padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?"

Menurut Ibn Abbas, manusia pada dasarnya mati dua kali dan hidup dua kali. Sebagaimana surah al-Baqarah ayat 28, manusia diciptakan dari debu dan ini disebut mati pertama. Mati kedua adalah saat di kuburan. Sedangkan hidup pertama yaitu saat diciptakan dari debu dan hidup kedua saat dibangkitkan dari kubur.

2. Menafsirkan al-Qur`an dengan Sunnah 

Salah satu contoh penafsiran sahabatyang menggunakan hadits adalah penafsiran Abu Bakar sebagaimana dikutip dalam kitab hadits Sunan Tirmidzi

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ قَالَ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ قَالَ: أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ أَبِي خَالِدٍ، عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ أَنَّهُ قَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الآيَةَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لَا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ} [المائدة: 105]، وَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ مِنْهُ» 

Dari Abu Bakar, ia berkata: Wahai umat manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat ini “........Jagalah dirimu; tidaklah orang sesat itu akan memberi madharat kepadamu apabila kamu mendapat petunjuk”, sedangkan aku mendengar Nabi bersabda : sesungguhnya manusia jika melihat kedzaliman dan ia tidak merubahnya dengan tangannya maka Allah akan meratakan siksa-Nya.

3. Menafsirkan al-Qur`an dengan Ijtihad 

Para sahabat apabila tidak menemukan penafsiran suatu ayat dengan al-Quran atau hadits maka mereka menggunakan ijithad masing-masing. Dalam melakukan ijtihad, para sahabat menggunakan beberapa alat yaitu mengetahui bahasa Arab beserta rahasianya, mengetahui adat kebiasaan Arab, mengetahui keadaan Yahudi dan Nasrani waktu turunnya ayat, dan kuatnya serta luasnya pemahaman.

Salah satu contoh penafsiran sahabat menggunakan ijtihad adalah penafsiran Ibn Abbas tentang surah an-nashr ayat 1.
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَرْعَرَةَ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي بِشْرٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يُدْنِي ابْنَ عَبَّاسٍ، فَقَالَ لَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ: إِنَّ لَنَا أَبْنَاءً مِثْلَهُ، فَقَالَ: إِنَّهُ مِنْ حَيْثُ تَعْلَمُ، فَسَأَلَ عُمَرُ، ابْنَ عَبَّاسٍ عَنْ هَذِهِ الآيَةِ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ} [النصر: 1]. فَقَالَ: «أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ إِيَّاهُ» فَقَالَ: مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَعْلَمُ

4. Menafsirkan dengan Asbabun Nuzul 

Salah satu contoh penafsiran dengan asbabun nuzul adalah penafsiran Ibn Abbas saat ditanya oleh Abu Rafi‘ sebagaimana yang dikutip dalam Sahih Bukhari

حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ مُوسَى، أَخْبَرَنَا هِشَامٌ، أَنَّ ابْنَ جُرَيْجٍ أَخْبَرَهُمْ، عَنِ ابْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، أَنَّ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ أَخْبَرَهُ، أَنَّ مَرْوَانَ قَالَ لِبَوَّابِهِ: اذْهَبْ يَا رَافِعُ إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ، فَقُلْ: لَئِنْ كَانَ كُلُّ امْرِئٍ فَرِحَ بِمَا أُوتِيَ، وَأَحَبَّ أَنْ يُحْمَدَ بِمَا لَمْ يَفْعَلْ مُعَذَّبًا، لَنُعَذَّبَنَّ أَجْمَعُونَ، فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: وَمَا لَكُمْ وَلِهَذِهِ «إِنَّمَا دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودَ فَسَأَلَهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَكَتَمُوهُ إِيَّاهُ، وَأَخْبَرُوهُ بِغَيْرِهِ [ص:41] فَأَرَوْهُ أَنْ قَدِ اسْتَحْمَدُوا إِلَيْهِ، بِمَا أَخْبَرُوهُ عَنْهُ فِيمَا سَأَلَهُمْ، وَفَرِحُوا بِمَا أُوتُوا مِنْ كِتْمَانِهِمْ»، ثُمَّ قَرَأَ ابْنُ عَبَّاسٍ: {وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الكِتَابَ} [آل عمران: 187] كَذَلِكَ حَتَّى قَوْلِهِ: {يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَوْا وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا} [آل عمران: 188[ 

Telah menceritakan kepadaku Ibrahim bin Musa Telah mengabarkan kepada kami Hisyam bahwa Ibnu Juraij Telah menceritakan kepada mereka dari Ibnu Abu Mulaikah bahwa 'Alqamah bin Waqqash telah mengabarkan kepadanya bahwasanya Marwan berkata kepada penjaga pintunya; "Wahai Abu Rafi', pergilah menemui Ibnu Abbas, tanyakan kepadanya; 'Apabila setiap orang dari kita akan disiksa karena merasa senang dengan apa yang dia kerjakan dan suka untuk dipuji terhadap apa yang belum dia kerjakan, dengan demikian berarti kita semua akan di adzab? Ibnu Abbas berkata; 'Ada apa dengan ayat ini? '

Ayat ini hanya di turunkan mengenai orang Yahudi.." Yaitu ketika nabi shallallahu 'alaihi wasallam menanyakan kepada mereka tentang sesuatu, namun mereka menyembunyikannya dan mengabarkan hal yang lain. Lalu mereka perlihatkan kepada beliau bahwa mereka berhak mendapat pujian dari apa yang telah mereka kabarkan itu dan mereka senang dengan apa yang telah mereka kerjakan, yaitu sikap mereka yang menyembunyikan sesuatu yang beliau tanyakan.'

Lalu Ibnu Abbas membaca ayat; "Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi (yaitu), "Hendaklah kamu benar-benar menerangkannya (isi kitab itu) kepada manusia dan janganlah kamu menyembunyikannya." (Ali Imran: 187).

Dan Ibnu Abbas membaca ayat; "Dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan. (Ali Imran: 188).

Selain sumber penafsiran di atas, terdapat sumber penafsiran lain yaitu menafsirkan al-Qur`an dengan Ahlul Kitab. Sumber penafsiran kelima ini merupakan sumber penafsiran yang langka dan hanya digunakan saat keadaan darurat. Sahabat tidak mengambil sesuatu yang bertentangan dengan al-Quran maupun hadits.

Para sahabat ketika mendengarkan keterangan dari ahli kitab, mereka tidak membernarkan atau menyalahkan melainkan diam. Sikap ini sesuai yang diajarkan nabi “Jangan benarkan Ahli kitab dan jangan salahkan mereka”

Sumber bacaan :
- Su‘ud bin ‘Abd Allah al-Funaysan, Ikhtilaf al-Mufassirin Asbabuhu wa Atsaruhu 
- ‘Abd Allah Abu Su‘ud Badr, Tafsir al-Sahabah
- Abu Ja‘far at-Thabari, Jami‘ al-Bayan fi Ta`wil al-Qur`an 
- Husayn al-Dzahabi, Al-Tafsir wa al-Mufassirun
- Muhammad ‘Abd ar-Rahim, Tafsir al-Sahabah

Subscribe untuk mendapat email artikel terbaru:

0 Response to "Metode dan Sumber Tafsir Masa Sahabat"

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel ini. Bila berkenan, Anda bisa tinggalkan komentar. Semoga komentar-komentar baik Anda diberi balasan oleh Allah...