Perbedaan Pemahaman Sahabat Tentang Al-Quran

Pemahaman Sahabat terhadap al-Quran | Bagaimana pandangan sahabat tentang al-Quran | Sahabat adalah orang yang telah bertemu dengan Rasulullah Saw dalam keadaan beriman kepadanya, dan meninggal dunia dalam keadaan islam. 

Sedangkan menurut hemat penulis, Sahabat adalah orang-orang yang beriman yang diridhoi oleh Allah SWT, yang bertemu dengan Nabi pada masa hidupnya dan meninggal dalam keadaan islam. Yang dimana mereka ikut menyaksikan peristiwa yang melatarbelakangi turunnya suatu ayat dan keterkaitan turunnya dengan ayat lain.

Mereka mendengar apa yang tidak dilihat oleh orang lain sesudahnya. Mereka mempunyai kedalaman pengetahuan dalam segi bahasa, saat bahasa itu digunakan, kejernihan pemahaman, kebenaran fitrah, keyakinan yang kuat, apalagi mereka telah melakukan ijma’ dalam suatu penafsiran.

Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘’Demi Allah, tidaklah diturunkan ayat Al-Qur’an kecuali aku mengetahui berkenaan dengan siapa ayat itu diturunkan dan dimana ayat itu turun. Jika aku mengetahui tempat seseorang yang lebih tahu tentang Kitabullah dari padaku, yang untuk menuju tempatnya diperlukan kendaraan, akan aku datangi.’’


Sebagian ahli tafsir, secara global membagi periodesasi penafsiran Al-Qur’an ke dalam tiga fase, yaitu periode mutaqaddimin (abad 1-4 Hijriyah), periode Mutaakhirin (abad ke 4- 12), dan periode baru (abad ke 12-sekarang).

Adapun menurut Muhammad Husayn al Dzahabi memilah sejarah tafsir ke dalam tiga marhalah, yaitu : fase Nabi dan sahabat, fase tabi’in dan fase pembukuan tafsir. dalam hal ini, penulis lebih ke arah sejarah perkembangan tafsir di masa sahabat.

Kitab al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang bersifat mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dengan perantaraan malaikat jibril yang diriwayatkan dengan jalan mutawatir yang dinilai ibadah apabila membacanya.

Dan sebagai umat islam, perintah membaca saja tidaklah cukup karena pada hakikatnya al-Qur’an adalah kitab yang menunjukkan jalan kepada cahaya dan mengeluarkan manusia dari jalan kesesatan. Oleh karena itu, selain membacanya, kita wajib untuk mentadabburinya, mengamalkannya, mendakwahkannya dan memperjuangkannya sampai titik darah terakhir (jihad fii sabilillah).

Allah SWT berfirman :
 أَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوا فِيْهِ اخْتِلٰـــفًـا كَــثِيـْرًا 

“Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) al-Qur’an? Sekiranya (Al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan didalamnya.’’ (QS. An Nisa’ : 82)

 أَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوْبٍ أَقْفَالُهَا 

“Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci.’’ (QS. Muhammad : 24)

Al-Qur’an dapat dipahami oleh para sahabat karena Al-Quran diturunkan dengan bahasa Arab, walaupun mereka memahaminya secara tidak detail dan terperinci.

Ibnu Khaldun berpendapat dalam kitabnya yang berjudul Muqoddimah bahwa sahabat memahami al-Quran, mengetahui makna-maknanya melalui kosa kata dan rangkaian kata-katanya karena ’Al-Qur’an turun dalam bahasa arab sesuai dengan bentuk-bentuk balaghah bahasa mereka, meskipun tingkatan mereka dalam memahami al-Qur’an berbeda-beda.

Perbedaan mereka muncul karena mereka tidak selalu hadir semua dalam majlis Nabi saw, terkadang hadir sebagian pada waktu tertentu dan terkadang diwaktu yang lain mereka hadir.

Mengenai perbedaan pemahaman al-Qur’an sahabat itu tidak terlepas juga tingkat pemahaman yang telah diberikan Allah kepada hambanya, sebagaimana Allah SWT berfirman :

 يُؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَآءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أثوْتِيَ خَيْرً كَثِيْرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُوْلُوْا الْأَلْبَابِ 

“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki, barang siapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.’’ (QS. Al Baqarah : 269)

Perbedaan pemahaman ini juga muncul karena tingkat kekuatan otak masing-masing sahabat berbeda-beda, sedangkan di dalam al-Quran terdapat beberapa ayat yang mengandung makna tersirat dan membutuhkan pemikiran ekstra.

Hal ini dikuatkan dengan beberapa riwayat yang memaparkan perbedaan pemahaman sahabat. Salah satunya diriwayatkan dari Abu Ubaidah dari jalur mujahid dari Ibn Abbas, ia berkata : aku tidak mengerti makna (فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ) hingga dua orang badui datang kepadaku memperdebatkan masalah sumur. Salah satu dari badui berkata : aku yang memulai menggali dan membuatnya.

Perbedaan tingkat pemahaman merupakan fenomena alami yang dialami setiap manusia. Perbedaan pemahaman sahabat mengenai al-Quran juga disebabkan masalah pemahaman akan asbabun nuzul (sebab turunnya ayat). Adapun perbedaan tingkat pemahaman sahabat akan al-Quran juga berimplikasi pada perbedaan tafsir.

Di lain sisi, pandangan sahabat tentang al-Qur`an bukanlah pandangan sempit yang terbatas pada ibadah atau penegakan syiar keagamaan saja. Pandangan sahabat mengenai kitab suci al-Qur`an meliputi hal-hal yang luas seperti ibadah, syiar, akidah, hukum, muamalat, akhlak, dan adab.

Silahkan dibaca :
  • ‘Abd Allah Abu Su‘ud Badr, Tafsir al-Sahabah.
  • Jalal al-Din Al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Qu`ran
  • Husain al-Dhahabi. Al-Tafsir wa al-Mufassirun
  • Nur Alam Khalil Al Amini, Kedudukan Para sahabat dalam Islam
  • Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an

Subscribe untuk mendapat email artikel terbaru:

0 Response to "Perbedaan Pemahaman Sahabat Tentang Al-Quran"

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel ini. Bila berkenan, Anda bisa tinggalkan komentar. Semoga komentar-komentar baik Anda diberi balasan oleh Allah...