Nasakh Menurut Abdul Wahhab Khallaf

Perdebatan mengenai nasakh mansukh terus bergulir. Diskusi ini adakalanya membahas keluasan makna nasakh, ada juga yang membincang seputar ada tidaknya nasakh pasca meninggalnya Nabi Muhammad. Salah satu tokoh yang ikut berbicara adalah Abdul Wahab Khallaf (w. 1956).


Ia merupakan ahli fikih dan hadis yang berasal dari Kairo Mesir dan memiliki beberapa karya penting. Salah satu di antaranya, yang juga karya populernya, adalah kitab Ushul al-Fiqh yang di dalamnya memuat kaidah nasakh mansukh. 

Pengertian Nasakh Abdul Wahab Khallaf 

Nasakh adalah penghapusan hukum syariat dengan dalil yang datang sesudahnya dan menunjukkan secara jelas atau tersirat bahwa hukum itu telah dihapus baik keseluruhan maupun sebagian karena adanya suatu kemaslahatan di dalamnya. 

Menurutnya, tidak ada lagi nasakh pasca wafat Rasulullah baik itu dalam al-Quran dan hadis. Nasakh hanya terjadi saat Nabi hidup yang ditandai dengan adanya prinsip tahapan (tadarruj) dalam penetapan hukum syariat sehingga sebagian hukum dihapus baik sebagian maupun seluruhnya. 

Salah satu contohnya adalah ketika sejumlah tamu datang ke Madinah pada hari-hari Idul Adha lalu Nabi melarang kaum muslimin menyimpan daging kurban agar para tamu dapat tinggal bersama dan menikmati kurban. Namun setelah para tamu pergi, Rasulullah membolehkan kaum muslimin menyimpannya. 

Nasakh berkaitan erat dengan proses tahapan dalam syariat sehingga tidak memberatkan dan mengejutkan. Maka bertahap dalam syariat menuntut adanya penyesuaian dan perubahan hukum (nasakh) sebagaimana yang terjadi dalam hukum tentang khamar atau minuman keras. 

Allah tidak langsung mengharamkan khamar di awal hukum syariatnya tetapi Allah menjelaskan bahwa di dalamnya terdapat dosa besar yang lebih besar daripada beberapa manfaat yang dimilikinya bagi manusia. Ini merupakan pengantar dan pendahuluan menuju pengharamannya. 

Kemudian Allah memerintahkan kaum muslimin untuk tidak mendekati salat dalam keadaan mabuk. Ini merupakan pengantar kedua untuk pengharaman khamar karena waktu-waktu salat cukup banyak dan berulang. Baru kemudian, Allah melarang dengan jelas terkait bahayanya dan memerintahkan untuk menjauhinya. 

Yang Tidak Dapat Dinasakh 

Tidak setiap nas atau dalil baik al-Quran dan hadis pada masa Nabi dapat dinasakh dengan nas lain yang datang kemudian. Abdul Wahab Khallaf menuturkan bahwa ada tiga jenis nas yang tidak menerima nasakh sama sekali. 

Pertama, dalil-dalil yang mengandung hukum dasar dan tidak berubah seiring perubahan keadaan manusia. Baik itu perubahan terkait baik buruknya karena perbedaan takaran dan persepsi subjektif manusia. Teks-teks semacam ini tidak dapat dihapus. 

Contohnya adalah dalil terkait keimanan, pokok-pokok akidah dan ibadah, pokok-pokok kebaikan seperti berbakti kepada orang tua, keadilan, kejujuran, dan lain-lain. Begitu pula sebaliknya, nas yang menunjukkan pokok kejahatan seperti syirik, membunuh jiwa tanpa hak, durhaka, dan lainnya. 

Kedua, dalil-dalil yang mengandung hukum dan redaksinya menunjukkan hukum itu bersifat tetap atau selamanya. Contohnya adalah firman Allah mengenai orang yang menuduh perempuan baik-baik tanpa bukti (Q.S. An-Nur [24]: 4). Di dalamnya terdapat kata abadan yang menunjukkan hukum ini bersifat permanen. 

Ketiga, dalil-dalil yang bersifat berita (khabar) tentang peristiwa yang telah terjadi. Contohnya adalah dibinasakannya kaum Samud dengan suara guntur yang sangat keras dan kaum Ad dengan angin topan yang sangat dingin (Q.S. Al-Haqqah [69]: 5-6). 

Berita atau khabar yang disampaikan merupakan wahyu dari Allah. Oleh karena itu, jika dalil atau nas ini dinasakh maka itu berarti mendustakan pemberi berita dan pendustaan terhadap Allah atau Rasul mustahil terjadi dan tidak dibenarkan.

Demikian artikel singkat dengan judul "Nasakh Menurut Abdul Wahhab Khallaf". Anda dapat membaca artikel tentang Ulumul Quran lainnya dengan klik di sini. Anda bisa memberikan saran judul artikel selanjutnya dengan menulis di komentar. Terima kasih.

Subscribe untuk mendapat email artikel terbaru:

0 Response to "Nasakh Menurut Abdul Wahhab Khallaf"

Posting Komentar

Terima kasih telah membaca artikel ini. Bila berkenan, Anda bisa tinggalkan komentar. Semoga komentar-komentar baik Anda diberi balasan oleh Allah...